Hari ini guru saya, K.H. Slamet Hambali berulang tahun. Tepat 67 tahun yang lalu, yakni 5 Agustus 1954, sosok yang sangat tekun dalam kajian Ilmu Falak itu lahir. Orang-orang di UIN Walisongo mengenalnya sebagai sosok dosen dan kyai yang layak diteladani. Kompeten, professional dan santun luar biasa. Wajahnya teduh dan selalu dihiasi senyuman.
Pak Slamet, demikian saya biasa memanggil, secara sadar mengambil "jalur sepi" menekuni bidang ilmu yang sangat penting tetapi kurang diminati oleh umumnya lulusan SLTA.
Ilmu ini terasa sangat dibutuhkan oleh masyarakat ketika jelang Ramadlan dan lebaran, karena dengan ilmu inilah kapan awal Ramadlan dan kapan Idul Fitri bisa ditentukan. Dengan ilmu ini pula ditentukan kapan tepatnya hari Arafah, hari puncak berhaji, yakni ketika semua jamaah haji berwukuf di padang Arafah pada 9 Dzulhijjah dan keesokan harinya, 10 Dzulhijjah adalah Idul Adha.
Tak hanya itu. Jadwal waktu shalat juga dihitung dan ditentukan secara persisi menggunakan ilmu ini, melalui berbagai metode dan teknik dari yang sederhana hingga yang memanfaatkan teknologi digital. Itu hanya sebagian kecil dari fokus kajian Ilmu Falak yang langsung bersinggungan dengan kebutuhan pelaksanaan ibadah.
Meski kurang populer, Ilmu ini sesungguhnya sangat keren. Bagi mereka yang memiliki kegelisahan epistemologis tentang relasi ilmu agama dan ilmu modern yang semakin dikotomis dan mengidolakan paradigma integratif, ilmu ini bisa menjadi jawabannya. Ilmu ini menjadi contoh par-excellence dari paradigma "unity of sciences" (wahdatul 'ulum) yang sengaja dipilih dan dikembangkan oleh UIN Walisongo.
Ya, karena ilmu ini menjadi "melting pot" yang megawinkan tradisi kajian ilmu fikih dengan ilmu astronomi. Tidak saja mempelajari penentuan hilal dan "mawaqit al-shalah" dalam kajian fikih ibadah, ilmu ini juga mempelajari pergerakan benda-benda langit sebagaimana yang dikembangkan dalam studi Astronomi modern. Termasuk hisab gerhana.
Nah, terkait Ilmu Falak ini, orang tahu Pak Slamet Hambali adalah dedengkotnya di UIN Walisongo. Putera kelahiran Bejangan, Beringin, Kabupaten Semarang ini mewarisi ilmu dari KH. Zubair Umar Al-Jailani, Rektor IAIN Walisongo yang pertama. Kyai Zubair ini dikenal sebagai ilmuwan Falak handal yang karya monumentalnya al-Khulashah al-Wafiyah menjadi rujukan kajian Falak tidak saja di Indonesia, tetapi juga di Timur Tengah.
Berbeda dengan Kyai Zubair yang hidup di era manual, Pak Slamet Hambali meramu ilmu ini sesuai tuntutan era digital. Dalam bahasa sederhana, Pak Slamet sukses melakukan transformasi digital pada disiplin ini.
Saya masih ingat, ketika kuliah Ilmu Falak di Fakultas Syariah IAIN Walisongo di akhir 80 an, mahasiswa harus sibuk merunut tabel-tabel Sin Cos Tan secara manual. Kini pembelajaran ilmu ini telah memanfaatkan berbagai media digital dengan alat-alat modern.
Asyik sebenarnya, tetapi sayang saya tidak lagi melanjutkan ilmu ini sebagai fokus utama kajian saya. Padahal saya selalu mendapat nilai maksimal ketika mengikuti kelas Pak Slamet.
Secara formal sebagai PNS beliau memang sudah purna. Akan tetapi aktifitas akademiknya tak pernah purna. Sebagai begawan Ilmu Falak yang belum tertandingi di UIN Walisongo, Pak Slamet masih sangat aktif mengajar dan meneliti. Pak Slamet masih sering menjadi bintang pada berbagai halaqah, seminar, conference dan diskusi tentang Ilmu Falak hingga kini.
Karyanya yang diberi nama "Istiwaaini", yakni alat sederhana untuk menentukan arah kiblat dengan akurasi tinggi sangat terkenal dan menjadi bahan studi bagi para pengkaji alak di berbagai PTKI.
Murid-muridnya telah tersebar di seantero Indonesia, berdiaspora di berbagai PTKI, pesantren, kantor pemerintah dan organisasi kemasyarakatan.
Tentu, karena di UIN Walisongo ini ada Program Beasiswa Santri Berprestasi Kemenag RI khusus untuk studi Ilmu Falak atau Astronomi Islam. (Hati-hati membacanya ya. Ilmu Falak. Bukan Ilmu Palak! he he he). Setahu saya, ini merupakan satu-satunya program beasiswa yang merekrut putera2 terbaik dari seluruh wilayah Indonesia untuk belajar Ilmu Falak.
Penggunaan metode, teknik dan equipment modern dalam ilmu ini semakin memudahkan para peminatnya untuk berselancar, mengeksplorasi dan menemukan metode-metode baru. Proses verifikasi atas temuan-temuan dan klaim-klaim keilmuan bidang ini menjadi mudah dilakukan seiring dengan cepatnya transformasi digital yang menerpa ilmu ini.
Pak Slamet menjadi salah satu contoh iconic ilmuwan Falak yang suskes menaklukkan perubahan. Termasuk perubahan yang berwatak disruptif yang mengusung kalimat ancaman: "Berubah atau punah!!" Banyak generasi ilmuwan zaman old yang dulunya berkibar, tetapi menjadi redup seiring tumbuhnya generasi zaman now. Itu karena kegagalan mereka membaca perubahan.
Selamat Ulang Tahun Pak Slamet Hambali. Semoga selalu sehat, panjang umur, dan berlimpah berkah, agar tetap bisa menanam, menumbuhkan dan melahirkan generasi baru di bidang Ilmu Falak yang piawai menaklukkan tantangan zamannya. Amin.
Salah satu murid KH. Slamet Hambali yang berkibar dalam bidang Ilmu Falak adalah Dr. KH. Ahmad Izzuddin, M.Ag (Sumber Gambar: Prodi Magister Ilmu Falak - FSH UIN Walisongo Semarang).
Penulis: Musahadi
0 Comments